Representasi perempuan dalam Dewan Perwakilan Rakyat sangat berkurang. hal ini didukung oleh beberapa data dari tahun ke tahun pemilu di Indonesia. Dari data dibawah dapat dilihat jumlah kursi DPR dari tahun ke tahun hanya berbeda tipis, sangat jauh dengan total kuota kursi yang disediakan.
Pada kondisi dan keadaan yang kita rasakan sekarang, partisipasi politik perempuan sangatlah rendah. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh banyak
hal menyangkut posisi perempuan yang subordinat dalam masyarakat.
1 1. Aspek
dalam lingkup psikologi (menurut Profesor Doktor Abd al-Hamid Mutawalli)
a.
Kodrat
dan tugas utama perempuan adalah menjadi seorang ibu
b.
Perempuan
bekerja diluar rumah berdampak buruk bagi kejiwaan dan kepribadiannya
c.
Emosi
memainkan peranan penting dalam mengarahkan aktivitas rasional dan
kecenderungan jiwanya.
d.
Tidak
ada alasan untuk mengingkari adanya perbedaan antara laki –laki dan erempuan
dlam hal bakat – bakat keterampilan
e.
Beberapa
pakar dinegara –negara barat mengkriik perempuan bekerja di luar rumah. Mereka
berpendapat bahwa kegiatan sosial akan mengurangi perhatiannya pada urusan
rumah tangga dan anak – anaknya. [1]
1. Aspek
Struktur sosial
Posisi
perempuan telah diatur dan ditentukan oleh masyarakat kita, dengan kekuatan dan
kekukuhan yang sama dengan kenyaaannya kita terlahir di keluarga yang sudah membatasi, mengatur, khusus untuk anak perempuan. Dalam sosial keberadaan
perempuan sudah berakar tumbuh dari peran gender tradisional yang mengarah pada
peran domestik. Alasan mengapa sangat sulit menolak peran gender, karena
sebagian besar masyarakat didunia ini adalah patriarkal, dan melalui struktur
kekuasaan itu, posisi subordinat perempuan di junjung tinggi dan dikekalkan budaya tradisional. Dalam struktur sosial
terdapat banyak bagian yang membedakan pandangan sosial itu diantaranya Kultur
Bekerja, Sistem Hukum, Pendidikan, keluarga dan masyarakat.
2.
Aspek
ideologi
Berbicara mengenai ideologi atau pandangan, seperti yang
telah di jelaskan diatas bahwasanya pemahaman mengenai kekuasaan dan hal yang terkait politik, dimayoritasi oleh kaum laki –laki, karena dominan
perempuan lebih mengarah pada hal yang terkait dengan seni, pendidikan, sosial,
musik dan budaya. Namun dominasi seperti ini bukanlah
menjadi satu yang spesifik sebagai penghalang perempuan maju di DPR atau area
politik lainnya. Konsep ideologi tersebut memang sudah terbentuk dari interaksi
dalam keluarga, pendidikan maupun lingkungan sehingga untuk mengadakan
perempuan dalam
memenuhi kuota di DPR perlunya dukungan, dorongan serta pengakuan dari pihak
terkait.
3.
Aspek
budaya, Tradisi dan Kultur
Budaya dan kultur di lingkungan masyarakat juga
memepengaruhi hal ini, dikarenakan hidup perempuan juga ditentukan oleh
pandangan tentang melahirkan anak maupun peristiwa lainnya seperti pubertas,
kejandaan, perkawinan.
Selain beberapa aspek di atas, hal yang terpenting adalah
respon dari partai politik yang biasanya menjadi jembatan mereka untuk maju
sebagai legislatif atau kader politik. Respon ini harus memberikan pengakuan,
dorongan, motivasi serta kesempatan kepada perempuan untuk memperoleh hak – hal politiknya.
Adapun kendala tambahan adalah perspektif negatif
perempuan sendiri terhadap dirinya, perspektif negatif
itu sendiri refleksi dari konteks sosial dan ekonomi..
Sebenarnya ketidaksiapan itu datang dari ketakutan dan
ketidakmampuan yang datang dalam dirinya sendiri, jadi sebelum perempuan ikut
terlibat dalam kegiatan untuk memperbaiki keadaannya, mereka perlu mulai
mengembangkan perasaan harga dirinya. [1]
Peranan perempuan
Namun sebelum terjun dalam dunia politik perempuan harus mengetahui peranannya yaitu dapat membawa perubahan untuk masyarakat terutama perjuangkan hak - hak perempuan dan anak - anak yang masih dipertanyakan.
Dari
pernyataan Islam mengenai keberadaan perempuan yang
menjadi objek perhatian dalam keeksistensiannya pada politik, mendorong kita
untuk mengetahui bagaimana peranan perempuan dalam politik, Sehingga memotivasi
perempuan mengakui kemampuannya pada pemegangan kekuasaan. Peran perempuan pada dewan perwakian rakyat diharapkan
menjadi keterwakilan suara dan aspirasi perempuan –perempuan di masyarakat yang
memang memiliki banyak kontroversi dengan lingkungannya.
Di gedung parlemen, perempuan tidak hanya menjadi
pengikut kaum laki – laki, hanya manut saja, tapi juga harus bersuara,
melakukan perubahan melalui kritisi secara mendalam terhadap setiap kebijakan,
membuat perempuan berdaya untuk terlibat berbagai masalah yang kurang
diperhatikan terutama mengenai gender yang adil di Indonesia, membawa perubahan
legislasi berperspektif perempuan dan gender, dan mengutamakan perdamaian. Dengan
hal ini akan mendorong kaum perempuan lainnya untuk
menyuarakan suara aspirasi dan kaum laki-laki serta masyarakat akan menganggap perempuan tersebut berkapabilitas pada ranah
tersebut.
[1] Mosse, Julia Cleves; Gender dan Pembangunan, Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Yogyakarta 2003, hlm 233.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar